Sedikit bernostalgia mengenai
kerinduan saya terhadap sosok seorang ayah yang hingga tulisan ini di buat
telah meninggalkan kami 3 tahun yang lalu. Beliau pernah bercerita tentang keikutsertaannya
di masa muda dalam barisan drumband Pemuda Persis Cirengit tahun 1965. Beliau
sempat mempraktekkan bagaimana cara memukul drumband pada saat itu. Kenangan
beliau ini sangat membekas di hati penulis karena penulis pun sama-sama pernah
menjadi salah satu personil drumband ketika menginjak kelas 2 tsanawiyyah di
dalam barisan drumband Pesantren Persatuan Islam No. 31 Banjaran tingkat
Tsanawiyyah.
Ayah saya menceritakan bagaimana
sejarah berdirinya pasukan drumband Pemuda Persis Cirengit dari sudut pandangnya.
Alat-alat tersebut hasil swadaya masyarakat Persis kampung Cirengit dan dari
para aghniya. Bahkan yang paling hebat lagi demi menambah dana pembelian
drumband tersebut para Pemuda Persis pada waktu itu rela ngaborong ngabedug
macul di sawah bersama-sama dan upah kerja borongan tersebut di gunakan
untuk menambah dana pembelian alat-alat drumband tersebut. Sebuah perjuangan
yang luar biasa dan patut di contoh oleh generasi muda yang sekarang.
Ide pembentukan pasukan drumband
ini berasal dari Aki Ayut salah satu tokoh pemuda yang berpengaruh di Cirengit
pada saat itu. Beliau memiliki kenalan prajurit TNI yang bertugas di Sendam
Siliwangi kemudian beliau meminta kepada kenalan prajurit tersebut untuk
melatih rekan-rekan pemuda persis cirengit dan kenalannya tersebut akhirnya
menyetujui. Maka dimulailah latihan memainkan alat-alat drumband tersebut
setiap sore menjelang magrib. Latihan dilaksanakan di lapangan dan kadang kala
langsung di jalan-jalan di sekitar Cirengit. Kepada para pelatih tersebut tak
lupa selalu diberi uang kadeudeuh tiap kali latihan untuk membalas
jasanya.
Aki Ayut sebagai seorang yang
pertama kali memiliki ide tersebut tidak masuk menjadi personil pasukan
drumband tersebut. Beliau berperan sebagai menejer dalam pasukan tersebut. Personil
pasukan tersebut diisi oleh para Pemuda Persis Cirengit. Sebagai mayoret dalam
tim tersebut adalah H. Asep Anwar. Beliau dengan lincahnya memainkan tongkat
sambil sesekali menerbangkannya ke udara. Atraksi tersebut selalu mengundang
decak kagum dari orang-orang yang menonton latihan tersebut. Ayah saya yang
bernama Ayat Ruba’i berperan memegang sner drum. Menurut beliau, lagu-lagu yang
dibawakan pada saat itu adalah lagu-lagu perjuangan dan lagu-lagu nasional
seperti lagu Halo-halo Bandung dan lain sebagainya. H. Iskandar bertugas
memainkan alat balera. Beliau dengan lincahnya memainkan alat tersebut.
Personil yang lainnya ada yang memegang trompet, tambur, suling dan lain
sebagainya.
Menurut H. Asep pasukan drumband
pada waktu itu memang sengaja di persiapkan untuk mengikuti setiap perayaan
hari kemerdekaan RI. Pada saat itu seluruh elemen masyarakat di kecamatan
Banjaran turut berpartisipasi dalam acara perayaan hari kemerdekaan RI tersebut
tak terkecuali elemen dari Partai Komunis Indonesia yang ada di kecamatan
Banjaran. Salah satu basis utama kekuatan PKI di kecamatan Banjaran adalah di
daerah sekitar Cangkuang. Mereka tergabung dalam beberapa ormas pendukung PKI
dari mulai Gerwani dan Lekra. Ormas-ormas pendukung PKI tersebut menggunakan
pendekatan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berbau kebudayaan sunda.
Mereka menampilkan kesenian Dogdog ketika mengikuti acara perayaan hari
kemerdekaan RI. Penampilan mereka layaknya para jawara di tatar sunda dengan
memakai pakaian tradisional sunda. Untuk kaum laki-laki menggunakan pakaian
kampret hitam dengan iket di kepala sedangkan perempuannya memakai pakaian
kebaya. Dalam penampilannya mereka selalu mendemonstrasikan kekuatan fisik
mereka seperti mengacung-ngacungkan golok dan bernyanyi seperti layaknya orang
yang sedang kesurupan. Hal ini dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat yang
kontra dengan mereka supaya takut akan keberadaan mereka. Tapi untungnya
penampilan tersebut bisa di imbangi oleh penampilan pasukan drumband Pemuda
Persis Cirengit. Suara dentuman drumband yang membahana ke semua penjuru tempat
yang dilewatinya bisa mendominasi suasana pada waktu itu seperti yang di kutip
oleh Ust. Kurniawan Nurdin dalam bukunya yang berjudul Sejarah Perjuangan
Persatuan Islam Banjaran (1942-1983). Disana disebutkan bahwa penampilan
pasukan drumband Pemuda Persis dapat mengalahkan penampilan dari penampilan
kesenian ormas-ormas pendukung PKI bahkan bisa menjadi juara selama tiga tahun
berturut-turut.
Persiapan di Cirengit bukan saja berlatih baris-berbaris
tetapi ada hal yang menarik. Yaitu ide seorang anggota Persis Cirengit yang
memiliki kenalan di Sendam Siliwangi untuk membuat sejenis pasukan drumband.
Dengan mendatangkan kurang lebih 7 orang anggota Sendam
Siliwangi, mereka melatih pasukan Pemuda Persis Cirengit tata cara
baris-berbaris dan cara memainkan peralatan drumband yang memakan waktu kurang
lebih satu minggu.
Persiapan ini dikoordinasikan dengan Pimpinan Cabang di
Banjaran dengan rencana pemberangkatan akan dilakukan dari Cirengit menuju ke
Pajagalan untuk bergabung dengan Pemuda Persis di Banjaran kemudian dari
Pajagalan berangkat menuju Alun-alun yang diiringi dengan iringan drumband
Pemuda Persatuan Islam.
Pada hari H, tanggal 16 Agustus 1965, pasukan pemuda
Persis berseragam kemeja putih, celana hitam dan memakai topi/kopiah yang
menunjukkan performa modern yang tampil rapi dan sopan sekaligus mengesankan
(boleh dikatakan merupakan penampilan terbaru di dalam sejarah pawai dan lomba
baris-berbaris pada saat itu).
Dengan langkah tegap, pemuda persis berbaris mengikuti
derap suara drumband yang mampu mendominasi suasana pawai pada saat itu, bahkan
ketika memasuki Alun-alun suara dentuman alat-alat drumband mampu menjadi warna
dominan pada waktu itu.
Semua mata melirik, seluruh perhatian masyarakat terpusat
kepada penampilan barisan Pemuda Persis yang berseragam modern dengan iringan
suara drumband. Tak dapat dipungkiri kembali bahwa kejatuhan wibawa barisan
ormas PKI yang selama ini sering mendominasi lomba baris-berbaris setiap tanggal
16-17 Agustus terjadi pada saat itu (16 Agustus 1965) dan masyarakat menjadi
saksi akan peristiwa tersebut.
Pemuda persis telah mencatat sejarah baru dengan
memperoleh penghargaan sebagai juara pertama lomba baris-berbaris yang dapat
dipertahankan selama 3 tahun berturut-turut.
(Sumber :
Nurdin, Kurniawan “Sejarah Perjuangan Persatuan Islam Banjaran (1942-1983)”. PC
Pemuda Persis Banjaran, Bandung; 2003). Halaman 81-83.
Tak dapat dipungkiri bahwa peran
pasukan drumband Pemuda Persis Cirengit pada waktu itu semakin menambah syiar
Persatuan Islam di kecamatan Banjaran. Pada tahun 1965 kondisi sosial politik
di tingkat nasional turut mempengaruhi kondisi sosial politik di daerah tak
terkecuali di kecamatan Banjaran. Perkembangan PKI di tingkat nasional
terbilang sangat pesat dalam pengembangan kualitas dan kuantitas
keorganisasiannya. Banyak orang-orang di daerah yang terpengaruh oleh
perkembangan faham PKI tersebut. Untuk kecamatan Banjaran faham tersebut
berkembang di sekitar wilayah Cangkuang. Faham PKI di wilayah tersebut tumbuh
subur karena di topang oleh kondisi
pemahaman keislaman yang kurang dan masih sangat kentalnya budaya sunda yang
banyak sekali bertentangan dengan keislaman.